Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Filosofi Cangkul Dan Sejarahnya

Cangkul merupakan alat yang populer bagi masyarakat khususnya para petani maupun tukang kebun. Ya, alat ini umumnya digunakan untuk mengelola lahan yang mereka miliki (sawah dan perkebunan). Jika seorang nelayan wajib memiliki perahu, sama halnya dengan para petani dan tukang kebun harus mempunyai  alat yang satu ini yaitu cangkul. Untuk mengetahui lebih dalam tentang salah satu alat tradisional tersebut. Akan penulis uraikan definisi, kapan awal mula cangkul digunakan, serta makna filosofinya.


Sejarah Makna filosofi cangkul


Pengertian Cangkul Dan Jenisnya.

Secara definisi cangkul adalah alat pertanian tradisional yang berfungsi untuk mengolah tanah, dimana dalam pemakaiannya menggunakan kemampuan daya tangan manusia sebagai sumber tenaga dalam memecah, menarik, mengaduk tanah. Peralatan kerja tani yang satu kelompok atau golongan dengan cangkul diantaranya, skop, garup, landak, dan lainnya.


Cangkul telah digunakan secara turun-temurun oleh petani. Awalnya cangkul dibuat oleh pandai besi yang sekarang lebih dikenal dengan nama perajin. Pada masyarakat tani tradisional, setiap cangkul biasanya dibuat costume. Petani memesan cangkul langsung ke pandai besi disesuaikan dengan tinggi badan, kegunaan, dan lainnya.


Bentuk cangkul sawah beda dengan cangkul kebun, beda juga peruntukan cangkul untuk menggali dengan cangkul untuk penyiangan. Dari berbagai kegunaan cangkul, satu kegunaan yang pasti ada adalah sebagai pemecah, penarik, dan penggaduk tanah.


Pertama Kali Cangkul Dibuat.

Dulu, sebelum perkembangan teknologi semakin canggih, ketika Kanjeng Sunan Kali Jaga berkeliling desa di daerah Kadilangu. Yang akhirnya mengetahui keadaan rakyat disana, waktu itu rakyat masih belum mengenal dan menggunakan cangkul. Ketika Kanjeng Sunan beserta para Cantrik berkeliling desa di daerah Kadilangu, di pinggir desa itu ada orang sedang mengolah tanah menggunakan alat jugilan seperti linggis. Kanjeng sunan pun memperhatikan, Cantrik bertanya pada orang itu, "sedang melakukan apa?" orang itu menjawab bahwa ia sedang menggarap tanah untuk di tanami. Cantrik pun bertanya lagi, "dengan cara itu, bisa selesai berapa hari?" orang itu menjawab 10 hari, Cantrik merasa kasihan, sampai 10 hari hanya menyelesaikan 1 petak.


"begitu lama sekali." jawab sunan kalijaga.

"kalau kau mau, ajaklah kawan-kawanmu ke rumahku, nanti akan kuberi alat-alat pertanian, supaya kau cepat menyelesaikan pekerjaanmu dalam menggarap sawah."


Sungguh masyarakat berbondong-bondong ke tempat sunan kalijaga dan disana Sunan Kalijaga mengheningkan cipta berdo'a kepada Tuhan, minta pertolongan agar rakyat mendapat jalan yang cepat dalam mengerjakan sawahnya. Dalam sekejap saja terciptalah beribu-ribu alat pertanian berupa cangkul dan bajak, kemudian alat-alat itu di bagi-bagikan kepada para petani. Akhirnya sunan kalijaga menjadi terkenal dikalangan masyarakat dan menjadi buah bibir di seluruh pelosok desa dan kampung. Bahkan murid dan pengikutnya makin banyak pula.


Sistem dan kepercayaan lama dianggap oleh Sunan Kalijaga sangat lama mencapai tujuan hidup dalam mengabdi kepada tuhan. Maka oleh Sunan Kalijaga, digantikan sistem kepercayaan lama dan adat lama itu dengan kepercayaan atau agama Islam yang ternyata bisa cepat dalam mencapai tujuan hidup, baik dunia maupun akhirat.

           
Maka yang diberikan oleh Sunan Kalijaga kepada masyarakat kadilangu. Itu sebenarnya bukanlah alat cangkul dan bajak yang senbenarnya, tetapi ilmu dan kepercayaan sebagai pedoman dan dasar hidup. Sawah dilambangkan sebagai jalan atau cara pengabdian, hasil panennya adalah sebagai hasil dari dasar hidupnya itu.

Makna Filosofi Cangkul

Wejangan Sunan Kalijaga tentang "pacul" atau cangkul yang diberikan kepada Ki Ageng Sela ternyata sangat menarik untuk dikaji. Wejangan yang sangat sederhana itu bermakna sangat dalam. "Pacul" atau cangkul merupakan senjata utama para petani. Senjata yang ampuh ini digunakan untuk mengolah tanah menjadi lahan pertanian.


Menurut wejangan Sunan Kalijaga kepada Ki Ageng Sela, cangkul terdiri dari 3 bagian, yaitu :
- Pacul (bagian yang tajam)
- Bawak (lingkaran tempat batang doran)
- Doran (batang kayu untuk pegangan cangkul)

Makna Filosofi:
1. PACUL
Pacul dari kata Ngipatake barang kang muncul / membuang bagian yang mendugul (semacam benjolan yang tidak rata), Sifatnya memperbaiki. Sebagai umat islam kita harus selalu berbuat baik dan selalu memperbaiki hidup kita yang bergelimang dosa. Maka, seperti halnya pacul yang baik, yaitu kuat dan tajam, kita harus kuat iman dan tajam pikiran kita untuk selalu berbuat kebaikan.

2. BAWAK
Bawak dari kata obahing awak / geraknya tubuh. Maksudnya : sebagai orang hidup kita wajib bergerak agar tubuh selalu sehat. Sudah semestinya sebagai manusia yang beriman dan berpikiran sehat, kita wajib berikhtiar. Seperti halnya bekerja untuk memperoleh nafkah lahir demi kelangsungan hidup didunia dan bergerak mengerjakan amal ibadah yang di syariatkan untuk memperoleh nafkah batin sebagai bekal dikehidupan akhirat.

3. DORAN
Doran yang berasal dari kata donga marang pangeran / berdo'a kepada Tuhan. Maksudnya : kita sebagai manusia harus selalu berdo'a kepada Allah. Karena doa ini juga bagian vital dari ibadah. Apalagi sholat lima waktu dalam sehari merupakan kewajiban umat islam yang tidak bisa ditawar - tawar lagi dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Jadi falsafah pacul tersebut mengandung makna ajaran agama yang tinggi nilainya.

Posting Komentar untuk "Filosofi Cangkul Dan Sejarahnya"